Sabat, 26 Maret 2022
Bacalah untuk Pelajaran Pekan Ini
Mzm. 100: 1-3, Kej. 1-2, Kel. 20: 8-11, Kel. 40: 33, Mat. 25: 14-30, Mat. 19: 7-9.
Ayat Hafalan “Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kejadian 1: 1).
Kitab Kejadian dan seluruh Alkitab dimulai dengan tindakan Penciptaan Tuhan, Fakta ini sangat penting karena artinya penciptaan kita menandai bahwa kisah Penciptaan di kitab Kejadian ini memiliki kebenaran sejarah yang sama dengan peristiwa-peristiwa lain dalam sejarah manusia dan sejarah Alkitab.
Kedua teks Penciptaan dalam Kejadian 1-2 berisi pelajaran tentang Tuhan dan kemanusiaan. Sewaktu kita menelaah pelajaran pekan ini, kita akan memahami dengan lebih baik arti yang mendalam dari Sabat hari ketujuh. Kita akan merenungkan tindakan Tuhan dalam menciptakan manusia menurut gambar-Nya, dan juga dari debu. Kita akan tertarik pada tujuan dari pohon pengetahuan baik dan jahat dan tentang hubungannya dengan pohon kehidupan.
Pelajaran terpenting dari cerita Alkitab tentang permulaan adalah pelajaran tentang kasih karunia. Keberadaan kita murni karena anugerah. Tuhan menciptakan langit dan bumi saat manusia belum ada. Sama seperti penciptaan kita, penebusan kita juga merupakan pemberian dari Tuhan. Dan betapa dalamnya kedua konsep, penciptaan dan penebusan, ada dalam perintah Sabat hari ketujuh.
*Pelajarilah pelajaran pekan ini untuk persiapan Sabat, 2 April
Allah Pencipta
Minggu, 27 Maret 2022
Bacalah Mazmur 100: 1-3. Apakah respons manusia terhadap Allah Pencipta, dan mengapa?
Dalam Kejadian 1, pesan pertama dari kisah Penciptaan adalah “Allah”. Kita sudah mendengarnya dalam terjemahan: “Pada mulanya Allah” (Kej. 1: 1). Pada baris pertama (Kej. 1: 1), kata “Allah” ditempatkan di tengah ayat dan digarisbawahi oleh aksen terkuat dalam nyanyian tradisional liturgi untuk menekankan akan pentingnya Allah. Teks Penciptaan dimulai dengan penekanan pada Allah Sang Pencipta.
Faktanya, kitab Kejadian dimulai dengan dua presentasi Allah yang berbeda. Kisah Penciptaan pertama (Kej. 1: 1-2: 4) menampilkan Allah sebagai jauh dari manusia, Allah yang transenden, Elohim, yang namanya berbicara tentang supremasi Allah. Nama Elohim menunjukkan keunggulan dan kekuatan, dan penggunaan bentuk jamak dari kata Elohim mengungkapkan gagasan keagungan dan transenden.
Kisah Penciptaan kedua (Kej. 2: 4-25) menampilkan Allah sebagai dekat dan pribadi, Tuhan yang imanen YHWH, yang namanya dipercaya banyak orang menunjukkan kedekatan dan hubungan. Teks Penciptaan secara keseluruhan, kemudian, merupakan seruan implisit untuk menyembah Tuhan; pertama, untuk menyadari keagungan dan kekuatan Tuhan yang tak terbatas, dan pada saat yang sama mengakui ketergantungan kita kepada-Nya karena Dia menciptakan kita dan bukan kita sendiri yang menciptakan (Mzm. 100: 3). Inilah sebabnya mengapa banyak mazmur sering mengasosiasikan ibadah dengan Penciptaan (Mzm. 95: 1-6; Mzm. 139: 13, 14 [bandingkan dengan Why. 14: 7]).
Pandangan ganda tentang Tuhan yang agung dan berkuasa, dan yang juga dekat, penuh kasih, dan dalam hubungan dengan kita, berisi poin penting tentang bagaimana kita harus mendekati Tuhan dalam ibadah. Rasa kagum dan hormat berjalan seiring dengan sukacita dan jaminan kedekatan, pengampunan, dan kasih Allah (lihat Mzm. 2: 11). Bahkan urutan dari dua presentasi Tuhan itu pun bermakna: pengalaman kedekatan Tuhan dan keintiman kehadiran-Nya mengikuti pengalaman jarak kejauhan dengan Tuhan. Hanya ketika kita telah menyadari bahwa Tuhan itu maha besar barulah kita dapat menghargai kasih karunia-Nya dan menikmati kehadiran-Nya yang indah dan penuh kasih dalam hidup kita.
Pikirkan tentang kuasa Tuhan yang sangat besar, yang menjunjung tinggi alam semesta, namun bisa begitu dekat dengan kita masing-masing. Mengapakah kebenaran yang menakjubkan ini begitu menakjubkan?
Penciptaan
Senin, 28 Maret 2022
Bacalah Kejadian 1: 4, 10, 12, 18, 21, 25, 31, dan Kejadian 2: 1-3. Apakah pentingnya ulangan perkataan "itu baik" dalam kisah Penciptaan yang pertama? Pelajaran tersirat apakah yang terkandung dalam penutup Penciptaan (Kej. 2: 1-3)?
Di setiap langkah kisah Penciptaan, Tuhan menilai pekerjaan-Nya sebagai tov, “baik.” Secara umum dipahami bahwa kata sifat ini berarti bahwa pekerjaan Penciptaan Tuhan berhasil dan pengamatan Tuhan bahwa “itu baik” berarti “berhasil.” Terang itu menerangi (Kej. 1: 4). Tanaman itu menghasilkan buah (Kej. 1:12) dan seterusnya.
Tetapi kata ini merujuk lebih dari sekadar efisiensi suatu fungsi. Kata Ibrani tov juga digunakan dalam Alkitab untuk mengungkapkan apresiasi estetika atas sesuatu yang indah (Kej. 24: 16). Ini juga digunakan sebagai kontras terhadap kejahatan (Kej. 2: 9), yang dikaitkan dengan kematian (Kej. 2: 17).
Frasa “itu baik” berarti bahwa ciptaan itu bekerja dengan baik, indah dan sempurna, dan tidak ada kejahatan di dalamnya. Dunia “belum” seperti dunia kita, dipengaruhi oleh dosa dan kematian, sebuah gagasan yang ditegaskan dalam pendahuluan kisah Penciptaan kedua (lihat Kej. 2: 5).
Penjelasan tentang Penciptaan ini secara radikal bertentangan dengan teori evolusi, yang secara dogmatis menyatakan bahwa dunia membentuk dirinya sendiri secara progresif melalui serangkaian kejadian yang tidak disengaja, mulai dari kondisi inferior hingga kondisi superior.
Sebaliknya, penulis Alkitab menegaskan bahwa Allah dengan sengaja dan tiba-tiba menciptakan dunia (Kej. 1: 1). Tidak ada kebetulan atau untung-untungan tentang semua itu. Dunia tidak muncul dengan sendirinya tetapi hanya sebagai hasil dari kehendak dan Firman Tuhan (Kej. 1: 3). Kata kerja bara’, “ciptakan,” diterjemahkan dalam Kejadian 1 seperti pada mulanya Tuhan “menciptakan” langit dan bumi, muncul hanya dengan Tuhan sebagai subjeknya, dan itu menunjukkan keteguhan: Tuhan berbicara, dan jadilah demikian.
Teks Penciptaan memberi tahu kita bahwa “segala sesuatu” telah dilakukan pada waktu itu (Kej. 1: 31), dan menurut Pencipta Sendiri, semuanya dinilai “sungguh amat baik” (Kej. 1: 31). Kejadian 1: 1 menyatakan peristiwa itu sendiri, penciptaan langit dan bumi; dan Kejadian 2: 1 menyatakan bahwa peristiwa tersebut telah selesai. Dan semuanya selesai, termasuk Sabat, dalam tujuh hari.
Mengapakah gagasan evolusi miliaran tahun secara menyeluruh membatalkan kisah Penciptaan dalam kitab Kejadian? Mengapakah kedua pandangan itu bertentangan dalam segala hal?
Sabat
Selasa, 29 Maret 2022
Bacalah Kejadian 2: 2, 3 dan Keluaran 20: 8-11. Mengapakah Sabat hari ketujuh terkait dengan Penciptaan? Bagaimanakah hubungan ini memengaruhi cara kita memelihara Sabat?
Justru karena “Tuhan menyelesaikan” pekerjaan Penciptaan-Nya, itulah Dia menetapkan hari Sabat. Oleh karena itu, Sabat hari ketujuh adalah ekspresi dari iman kita bahwa Tuhan telah menyelesaikan pekerjaan-Nya pada saat itu, dan bahwa la merasa itu “sungguh amat baik.” Memelihara hari Sabat berarti bergabung dengan Tuhan dalam pengakuan akan nilai dan keindahan ciptaan-Nya.
Kita dapat beristirahat dari pekerjaan kita sama seperti Tuhan telah beristirahat dari pekerjaan-Nya. Memelihara Sabat berarti mengatakan ya kepada Penciptaan Tuhan yang “sungguh amat baik”, yang mencakup tubuh fisik kita. Bertentangan dengan beberapa kepercayaan kuno (dan modern), tidak ada dalam Kitab Suci, Perjanjian Lama atau Baru, yang merendahkan tubuh sebagai kejahatan. Itu adalah konsep kafir, bukan alkitabiah. Sebaliknya, pemelihara Sabat bersyukur atas Penciptaan Tuhan—yang mencakup daging mereka sendiri—dan itulah mengapa mereka dapat menikmati Penciptaan dan mengapa mereka merawatnya.
Hari Sabat, yang menandai “akhir” pertama dari sejarah manusia, juga merupakan tanda harapan bagi penderitaan umat manusia dan untuk keluhan dunia. Sangat menarik bahwa ungkapan “menyelesaikan pekerjaan” muncul kembali di akhir pembangunan tempat kudus (Kel. 40: 33), dan lagi di akhir pembangunan Bait Suci Salomo (1 Raj. 7: 40, 51) —kedua tempat di mana pelajaran Injil dan keselamatan telah diajarkan.
Setelah Kejatuhan, hari Sabat, di akhir pekan, menunjuk pada mukjizat keselamatan, yang akan terjadi hanya melalui mukjizat penciptaan baru (Yes. 65: 17, Why. 21: 1). Sabat adalah tanda di akhir pekan kemanusiaan kita bahwa penderitaan dan pencobaan dunia ini akan berakhir juga.
Inilah mengapa Yesus memilih hari Sabat sebagai hari yang paling tepat untuk menyembuhkan orang sakit (Luk. 13: 13-16). Bertentangan dengan tradisi apa pun yang dipegang oleh para pemimpin, dengan penyembuhan Sabat yang ditunjukkan Yesus kepada orang-orang, dan kita, ke waktu semua rasa sakit, semua penderitaan, semua kematian, akan berakhir, yang merupakan kesimpulan akhir dari proses keselamatan. Karenanya, setiap Sabat mengarahkan kita pada harapan penebusan.
Bagaimanakah caranya beristirahat pada hari Sabat membawa kita mengalami istirahat dan keselamatan yang kita miliki di dalam Yesus sekarang dan itu akan digenapi, pada akhirnya, dalam penciptaan langit baru dan bumi baru?
Penciptaan Manusia
Rabu, 30 Maret 2022
Penciptaan manusia adalah tindakan terakhir Tuhan atas Penciptaan, setidaknya dalam catatan Kejadian. Manusia adalah puncak dari seluruh ciptaan duniawi, tujuan untuk apa bumi dibuat.
Bacalah Kejadian 1: 26-29 dan Kejadian 2: 7. Apakah hubungan antara dua versi berbeda ini sehubungan dengan penciptaan manusia?
Bahwa Tuhan telah menciptakan manusia menurut gambar-Nya adalah salah satu pernyataan paling berani dari Alkitab. Hanya manusia yang diciptakan menurut gambar Tuhan. Meskipun “Allah menjadikan segala jenis binatang liar dan segala jenis ternak dan segala jenis binatang melata di muka bumi” (Kej. 1: 25), “Allah menciptakan manusia menurut gambar-Nya” (Kej. 1: 27). Rumus ini sering kali dibatasi pada sifat spiritual manusia, yang diartikan bahwa “gambar Tuhan” dipahami hanya sebagai fungsi administratif untuk mewakili Tuhan, atau fungsi spiritual dari hubungan dengan Tuhan atau dengan sesamanya.
Meskipun pemahaman ini benar, mereka gagal memasukkan realitas fisik penting dari ciptaan ini. Kedua dimensi tersebut, memang, termasuk dalam dua kata “gambar” dan “rupa” yang menjelaskan proses ini dalam Kejadian 1: 26. Sementara kata Ibrani tselem, “gambar,” mengacu pada bentuk konkret dari tubuh fisik, kata demut, “rupa”, mengacu pada kualitas abstrak yang sebanding dengan Pribadi Ilahi.
Oleh karena itu, pengertian Ibrani tentang “gambar Allah” harus dipahami dalam pengertian menyeluruh dari pandangan alkitabiah tentang kodrat manusia. Teks Alkitab menegaskan bahwa individu manusia (pria dan wanita) telah diciptakan menurut gambar Tuhan secara fisik, dan juga spiritual. Seperti Ellen G. White dengan jelas berkomentar:
“Ketika Adam lahir dari tangan Pencipta, ia membawa dalam tubuh, pikiran, dan rohaninya sifat yang serupa dengan Khaliknya”—Seri Membina, jld. 3, hlm. 11.
Faktanya, pemahaman menyeluruh tentang gambar Allah, termasuk tubuh fisik, ditegaskan kembali dalam kisah Penciptaan lainnya, yang mengatakan bahwa “manusia itu menjadi makhluk yang hidup” (Kej. 2: 7), secara harfiah, “jiwa yang hidup” (nefesh), sebagai hasil dari dua operasi Ilahi: Tuhan “membentuk” dan Tuhan “bernafas”. Perhatikan bahwa “nafas” sering mengacu pada dimensi spiritual, tetapi juga terkait erat dengan kapasitas biologis pernapasan, bagian dari manusia yang “dibentuk … dari debu tanah.” Itu adalah “nafas hidup”; yakni, napas (spiritual) dan kehidupan (fisik).
Tuhan kemudian akan melakukan operasi ketiga, kali ini untuk menciptakan perempuan dari tubuh laki-laki (Kej. 2: 21, 22), cara untuk menekankan bahwa perempuan memiliki sifat alamiah yang sama dengan laki-laki.
Tugas Manusia
Kamis, 31 Maret 2022
Segera setelah Tuhan menciptakan manusia pertama, Dia menawarkan tiga pemberian: Taman Eden (Kej. 2: 8), makanan (Kej. 2: 16), dan perempuan itu (Kej. 2: 22).
Bacalah Kejadian 2: 15-17. Apakah tugas manusia terhadap penciptaan dan terhadap Tuhan? Bagaimanakah kedua tugas ini berhubungan satu sama lain?
Tugas pertama manusia berkaitan dengan lingkungan alam di mana Tuhan telah menempatkannya: “untuk mengusahakan dan memelihara taman itu” (Kej. 2: 15). Kata kerja `avad, “mengusahakan” mengacu pada kerja. Tidaklah cukup hanya menerima hadiah. Kita harus mengerjakannya dan membuatnya berbuah—pelajaran yang akan Yesus ulangi dalam perumpamaan-Nya tentang talenta (Mat. 25: 14-30). Kata kerja shamar, “memelihara,” menyiratkan tanggung jawab untuk melestarikan apa yang telah diterima.
Tugas kedua menyangkut kepada makanannya. Kita harus ingat bahwa Tuhan memberikannya kepada manusia (lihat Kej. 1: 29). Tuhan juga berkata kepadanya bahwa “boleh kau makan buahnya dengan bebas” (Kej. 2: 16). Manusia tidak menciptakan pohon, atau buah-buahan. Itu adalah pemberian, karunia anugerah.
Tetapi ada sebuah perintah di sini, juga: mereka harus menerima dan menikmati anugerah Allah yang murah hati dari “semua pohon dalam taman”. Sebagai bagian dari kasih karunia ini, Tuhan menambahkan batasan. Mereka tidak boleh makan dari satu pohon tertentu. Menikmati tanpa batasan apapun akan menyebabkan kematian. Prinsip ini benar di Taman Eden dan, dalam banyak hal, prinsip yang sama itu tetap ada sampai saat ini.
Tugas ketiga laki-laki menyangkut perempuan, pemberian ketiga dari Tuhan: “laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya” (Kej. 2: 24). Pernyataan luar biasa ini adalah ungkapan yang kuat yang menyoroti tanggung jawab manusia terhadap perjanjian perkawinan dan tujuan menjadi “satu daging”, yang berarti satu orang (bandingkan dengan Mat. 19: 7-9).
Alasan mengapa pria (dan bukan wanita) yang harus meninggalkan orang tuanya mungkin berkaitan dengan penggunaan generik Alkitab secara maskulin; oleh karena itu, mungkin, perintah itu juga berlaku untuk wanita. Bagaimanapun, ikatan pernikahan, meskipun merupakan pemberian dari Tuhan, memerlukan tanggung jawab manusia setelah pemberian tersebut diterima, sebuah tanggung jawab yang terletak pada pria dan wanita untuk dipenuhi dengan setia.
Pikirkan tentang semua yang telah diberikan oleh Tuhan kepada Anda. Apakah tanggung jawab Anda dengan apa yang telah diberikan kepada Anda?
Pendalaman
Jumat, 01 April 2022
Bacalah Ellen G. White, “Ilmu Pengetahuan dan Alkitab,” hlm. 115, 116, dalam Seri Membina, jld. 3,; “The Creation,” dalam The Story of Redemption, hlm. 21, 22.
“Karena kitab alam dan kitab wahyu menyandang kesan pikiran induk yang sama, maka kitab-kitab itu hanya membicarakan keharmonisan. Dengan metode yang berbeda, serta dalam bahasa yang berbeda-beda, kitab-kitab itu menyaksikan kebenaran-kebenaran besar yang sama. Ilmu pengetahuan selalu menemukan keajaiban-keajaiban baru; tetapi ilmu itu dengan penelitiannya tidak menghasilkan sesuatu yang, bila dimengerti dengan benar, bertentangan dengan wahyu Ilahi. Kitab alam dan firman yang tertulis saling menerangi satu dengan yang lain. Kitab-kitab itu memperkenalkan kita kepada Allah dengan mengajarkan Kita sesuatu mengenai hukum yang olehnya la bekerja.
“Namun, menarik kesimpulan yang keliru dari bukti-bukti yang tampak di alam, membawa kepada apa yang diduga merupakan pertentangan antara ilmu pengetahuan dan penyataan; dan dalam usaha untuk memulihkan keharmonisan, penafsiran Kitab Suci telah dilakukan sedemikian rupa sehingga membahayakan dan merusakkan Kuasa firman Allah. Geologi dianggap bertentangan dengan penafsiran secara harfiah terhadap tulisan-tulisan Musa mengenai penciptaan. Jutaan tahun, katanya, diperlukan selama evolusi bumi dari keadaan kacau balau; dan supaya dapat menyesuaikan Alkitab dengan apa yang diduga ungkapan ilmu pengetahuan ini, hari-hari penciptaan dianggap sangat lama, waktu yang tidak terbatas meliputi ribuan atau bahkan jutaan tahun.
“Kesimpulan yang demikian tidak beralasan sama sekali. Catatan Alkitab adalah sesuai dengan catatan itu sendiri dan dengan pengajaran tentang alam”—Ellen G. White, Seri Membina, jld. 3, hlm. 115, 116.
Pertanyaan-Pertanyaan untuk Diskusi
1. Mengapakah kualitas iman kita akan terpengaruh jika kita percaya bahwa cerita-cerita permulaan ini adalah legenda, "mitos" yang pada dasarnya dirancang untuk mengajar kita dalam pelajaran spiritual tetapi tanpa realitas sejarah? Petunjuk apakah dalam teks alkitabiah yang menunjukkan bahwa penulis alkitabiah tahu bahwa itu adalah "sejarah" sama seperti kisah-kisah lain dalam kitab Kejadian? Apakah kesaksian Yesus tentang kebenaran sejarah dari cerita-cerita ini?
2. Apakah yang diajarkan cerita Kejadian kepada kita tentang pentingnya penatalayanan bumi? Bagaimanakah kita bisa menjadi penjaga yang baik atas planet kita sementara, pada saat yang sama, menghindari bahaya dari semua termasuk menyembah ciptaan itu sendiri, sebagai lawan dari Sang Pencipta, yang merupakan godaan yang sangat nyata? (Lihat Rm. 1: 25)
3. Terlepas dari kerusakan dosa selama ribuan tahun, dengan cara apakah keajaiban dan keindahan dan keagungan asli dari Ciptaan yang "sungguh amat baik" masih memanifestasikan dirinya kepada kita, berbicara kepada kita dengan cara yang kuat tentang kebaikan dan kuasa Allah?
1 thought on “Penciptaan”