Allah memberikan hukum-Nya agar umat memperoleh berkat yang berkelimpahan serta membimbing mereka ke dalam hubungan yang menyelamatkan dengan diri-Nya. Cobalah perhatikan dengan saksama tujuan dan maksud yang dirinci secara khusus ini:
Hukum itu Menyatakan Kehendak Allah bagi Manusia. Sebagai ungkapan tabiat dan kasih Allah, Sepuluh Hukum menyatakan kehendak dan maksud Allah bagi manusia. Hukum itu menuntut perlunya penurutan yang sempurna, “sebab barangsiapa menuruti seluruh hukum itu, tetapi mengabaikan satu bagian dari padanya, ia bersalah terhadap seluruhnya” (Yak. 2:10). Penurutan terhadap hukum, sebagai peraturan yang menguasai hidup, sangat penting bagi keselamatan kita. Kristus sendiri berkata, “Jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah” (Mat. 19:17). Penurutan ini hanya mungkin dengan adanya Roh Kudus.
Basis Perjanjian Allah. Musa menuliskan kembali Sepuluh Hukum berikut penjelasanpenjelasan hukum lainnya di dalam buku yang disebut buku perjanjian (Kel. 20:1-24:8).8 Kemudian ia menyebut Sepuluh Hukum “loh-loh batu, loh-loh perjanjian” menunjukkan pentingnya sebagai basis perjanjian kekal (Ul. 9:9; bandingkan 4:13. Tentang perjanjian ini, lihat kembali bab 7).
Fungsinya sebagai Standar Penghakiman. Seperti halnya Tuhan, “segala perintah-Nyabenar” (Mzm. 119:172). Oleh karena itu, hukumseperangkat ukuran kebenaran. Masing-masingkita akan ditimbang dan dihakimkandengan ukuran prinsip kebenaran ini, bukandengan hati nurani kita. “Takutlah akan Allahdan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya,” kata Kitab Suci, “… karena Allah akanmembawa setiap perbuatan ke pengadilanyang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi,entah itu baik, entah itu jahat” Pkh.12:13, 14; bandingkan Yak. 2:12).
Hati nurani manusia beraneka-ragam.Ada hati nurani yang “lemah,” sedangkanyang lain “najis” “jahat” atau “tipu daya pendusta”(1 Kor 8:7, 12; Tit. 1:15; Ibr. 10:22; 1Tim. 4:2). Sama seperti jam, bagaimana punbaiknya, harus “diatur” oleh ukuran yang pasdengannya. Hati nurani kita mengatakanbahwa kita harus melakukan yang baik, akantetapi hati nurani itu tidak mengatakan kepadakita apa yang baik. Hanya hati nurani yangtelah diatur dengan ukuran agung yang ditetapkanAllah–dengan hukum-Nya—dapatmenjaga kita menyimpang ke dalam dosa.9
Ditunjukkannya Dosa. Tanpa Sepuluh Hukum umat tidak dapat melihat dengan jelas kesucian Allah, kesalahan mereka, atau perlunya mereka bertobat.
Apabila mereka tidak mengetahui bahwa mereka melanggar hukum Allah, maka mereka tidak akan merasakan bahwa mereka hilang, atau perlunya bagi mereka pendamaian dengan darah Kristus. Membantu manusia supaya mengetahui keadaan mereka yang sebenarnya, maka fungsi hukum adalah seperti sebuah cermin (baca Yak. 1:23-25). Barangsiapa yang “memandang” ke dalamnya maka mereka akan melihat cacat tabiat sendiri yang bertentangan dengan tabiat Allah yang benar. Oleh karena itu, hukum moral menunjukkan bahwa seluruh dunia `bersalah di hadapan Allah (Rm. 3:20) karena “sebab dosa ialah pelanggaran hukum” (1 Yoh. 3:4). Sesungguhnya, kata Paulus, “Justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa” (Rm. 7:7). Meyakinkan orang-orang yang berdosa atas dosa mereka, akan membantu mereka sadar bahwa mereka dihukumkan di bawah pengadilan murka Allah dan bahwa mereka menghadapi hukuman mati yang abadi. Itulah yang membuat mereka merasa bahwa mereka sama sekali tidak berdaya.
Alat Pertobatan. Hukum Allah merupakan alat Roh Kudus yang digunakan untuk mendatangkan pertobatan dalam diri kita: “Taurat Tuhan itu sempurna, menyegarkan jiwa” (Mzm. 19:8). Apabila kita telah melihat tabiat kita yang sebenarnya maka kita menyadari bahwa kita adalah orang berdosa, kita berada di barisan orang yang akan dihukum mati tanpa harapan, sehingga kita merasa perlunya seorang Juruselamat. Dengan demikianlah kabar baik injil itu menjadi benar-benar bermakna. Hukum itu mengarahkan kita kepada Kristus, satusatunya harapan yang dapat membantu kita lepas dari keadaan putus asa.10 Dalam pengertian seperti inilah Paulus merujuk baik kepada hukum moral maupun hukum keupacaraan sebagai “penuntun bagi kita” yang membawa kita kepada Kristus, “supaya kita dibenarkan karena iman” (Gal. 3:24).11
Walaupun hukum itu menyatakan dosa kita, ia tidak dapat dan tidak akan pernah menyelamatkan kita. Seperti halnya air yang membersihkan wajah yang kotor, demikianlah kita, setelah kita menemukan kekurangan kita di dalam cermin hukum moral Allah, mencapai sumber yang terbuka “untuk membasuh dosa dan kecemaran” (Za. 13:1) dan dibasuh dengan “darah Anak Domba” (Why. 7:14). Kita harus memandang kepada Kristus, “dan sebagaimana Kristus dinyatakan… (kepada kita) di atas kayu salib Golgota, mati di bawah himpitan beban dosa seluruh dunia, Roh Kudus menunjukkan… (kepada kita) sikap Allah terhadap semua orang yang bertobat dari dosa pelanggaran mereka.”12 Maka, pengharapan mengisi jiwa kita, dan di dalam iman kita sampai kepada Juruselamat kita, yang mengulurkan kepada kita karunia hidup kekal (Yoh. 3:16).
Disediakannya Kebebasan yang Sejati. Kristus berkata bahwa “setiap orang yangberbuat dosa, adalah hamba dosa” (Yoh.8:34). Apabila kita melanggar hukum Allah,maka kita kehilangan kebebasan; akan tetapikalau menurut Hukum yang Sepuluh, diberikankepada kita jaminan yang sejati. Hidupyang selaras dengan hukum Allah berarti kebebasandari dosa. Itu berarti kebebasan darihal-hal yang biasanya mengikuti dosa—kecemasanyang berkelanjutan, luka hati nurani,rasa bersalah yang bertumbuh dan penyesalanyang melemahkan daya hidup yang vital.Pemazmur berkata, “Aku hendak hidup dalamkelegaan, sebab aku mencari titah-titah-Mu” (Mzm. 119:45). Yakobus menyebut Dekalogitu “hukum utama,” “hukum yang sempurna,yaitu hukum yang memerdekakanorang” (Yak. 2:8; 1:25).
Agar kita dapat menerima kemerdekaanini, Yesus mengundang kita supaya datangkepada-Nya dengan beban dosa kita. Iamemberikan kepada kita kuk-Nya yang ringan(Mat. 11:29, 30). Sebuah kuk adalah alatuntuk melayani. Dengan membagi beban,tugas yang dibebankan akan lebih ringan.Kristus membagi kuk dengan kita. Kuk itulahhukum; “hukum kasih yang agung dinyatakandi taman Eden, diumumkan di bukit Sinai, dandi dalam perjanjian baru dituliskan dalam hati,itulah yang mengikat pekerja manusia kedalam kehendak Allah.”13 Apabila kita sepenanggungankuk dengan Kristus, Ia menanggungbeban yang berat dan menjadikan penurutanitu sebagai sesuatu kesukaan. Ia menyanggupkankita hingga berhasil melakukanapa yang tadinya tidak mungkin. Olehkarena itu, hukum yang tertulis dalam batinkita, menjadi sebuah kegembiraan dan kesukaan. Kita merdeka karena kita ingin melakukansebagaimana yang diperintahkan-Nya.
Jika hukum itu diberikan tanpa kuasaKristus, maka tidak ada kemerdekaan daridosa. Akan tetapi anugerah Allah yang menyelamatkan,yang tidak membatalkan hukumitu, membawa kuasa yang membebaskandari dosa, karena “di mana ada Roh Allah, disitu ada kemerdekaan” (2 Kor. 3:17).
Mengekang Kejahatan dan Mendatangkan Berkat. Pertambahan kejahatan, kekerasan,kebejatan moral dan kekejian yangmerajalela di dunia adalah akibat melalaikanSepuluh Firman. Di mana hukum diterima denganbaik, dosa dikekang dan dirintangi, disitulah perbuatan yang benar dianjurkan, dan menjadi sarana menegakkan kebenaran. Bangsa-bangsa yang menerapkan asas-asas itu ke dalam hukum-hukum mereka akan memperoleh berkat besar. Sebaliknya, apabila tidak menghiraukan asas-asas ini maka kemunduran yang terus-menerus akan terjadi.
Pada zaman Perjanjian Lama Allah sering memberkati bangsa-bangsa dan individu selaras dengan penurutan mereka terhadap hukum- Nya. “Kebenaran meninggikan derajat bangsa,” kata Kitab Suci, dan sebuah “takhta menjadi kokoh oleh kebenaran” (Ams. 14:34; 16:12). Barangsiapa yang menolak menuruti perintah-perintah Tuhan akan menghadapi ancaman malapetaka (Mzm. 89:31, 32). “Kutuk Tuhan ada di dalam rumah orang fasik, tetapi tempat kediaman orang benar diberkati- Nya” (Ams. 3:33; bandingkan Im. 26; Ul. 28). Prinsip umum yang lama tetap berlaku sampai hari ini.14
Referensi :
8. Yang termasuk juga di dalam perjanjian itulah beberapa peraturan keupacaraan dan hukum sipil tertentu. Pengajaran-pengajaran sipil bukanlah sebuah tambahan terhadap Sepuluh Firman (Dekalog) melainkan hanyalah sekadar penerapan yang rinci dari prinsip atau asas itu secara luas. Hukum keupacaraan melambangkan injil dengan menyediakan sarana anugerah bagi orang-orang yang berdosa. Oleh karena itu, Sepuluh Firman itulah yang mendominasi perjanjian itu. Bnd Yer. 7:21-23; Francis D. Nichol,Answers to Objections (Washington, D.C.: Review and Herald, 1952), hlm. 62-68).
9. Arnold V. Wallenkampt, “Is Conscience a Safe Guide?” Review and Herald, 11 April 1983, hlm. 6.
10. Sebagian orang menafsirkan pernyataan Paulus bahwa “Kristus adalah kegenapan hukum untuk membenarkan setiap orang yang percaya” dimaksudkan bahwa akhir atau tujuan hukum itu membawa kita kepada sasaran di mana kita dapat melihat betapa berdosanya kita, dan datang kepada Kristus meminta pengampunan, menerimanya melalui iman akan kebenaran-Nya. (Penggunaan kata “akhir” (Yunani, telos), juga terdapat dalam 1 Tes. 1:5, Yak. 5:11 dan dalam 1 Petr. 1:9). Lihat juga catatan 23.
11. Bnd SDA Bible Commentary, edisi revisi, jilid 6, hlm. 961; White, Selected Messages, buku 1, hlm. 233. Hukum keupacaraan adalah sebuah guru yang membawa individu kepada Kristus tetapi dengan sarana yang berbeda. Pelayanan di bait suci dengan segala persembahan pengorbanan menunjukkan kepada orang berdosa keampunan dari dosa bahwa darah Anak Domba yang akan datang itu, Yesus Kristus, akan menyediakannya, dengan demikian membawa kepada mereka pengertian terhadap anugerah injil itu. Hal itu direncanakan untuk menciptakan cinta terhadap hukum Allah sementara persembahan-persembahan korban adalah menjadi gambaran dramatis dari kasih Allah di dalam Kristus.
12. Ibid., hlm. 213.
13. White, The Desire of Ages, hlm. 329.
14. Bnd White, Education, hlm. 173-184.
Sumber : Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Sedunia, Departemen Kependetaan, Apa yang Perlu Anda Ketahui Tentang….28 Uraian Doktrin Dasar Alkitabiah. Bandung : Indonesia Publishing House, 2006